Menganggur
tidak sama sekali bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang tidak mau bekerja,
tidak dapat dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika dia mencari pekerjaan,
mungkin dengan segera mendapatkannya. Kenapa ada orang yang tidak mau bekerja ?
Mungkin karena dia sudah kaya, anak muda yang masih harus sekolah/kuliah,
ibu-ibu yang harus mengasuh anak, dsb.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah sekelompok orang yang tidak sama
sekali bekerja. Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja
masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan
kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun.
Tetapi tidak semua penduduk usia 15-64 tahun dihitung sebagai angkatan kerja.
Hanya penduduk berusia 15-64 tahun yang bekerja dan sedang mencari kerja yang
disebut angkatan kerja. Tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja
yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan.
- Menganggur (unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja. Kelompok ini disebut juga pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran ini di Indonesia umumnya relatif rendah, yaitu 3% - 5% pertahun.
- Setengah menganggur (underemployed), yaitu mereka yang bekerja tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam. Tingkat pengangguran ini di Indonesia relatif tinggi, 35% pertahun.
- Bekerja penuh (employed), yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
Tingkat pengangguran
dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah
angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan
penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya
tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga
dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan
keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga
mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah
menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di
mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,
dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jenis-jenis Pengangguran
Jenis-jenis Pengangguran
1. Pengangguran
Friksional
Apabila pengangguran
tidak melebihi 4%, perekonomian dapat mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja
penuh. Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya
kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Kesenjangan ini berupa
kesenjangan waktu, informasi, dan kondisi geografis/jarak.
2. Pengangguran
Struktural
Pegangguran ini
bersifat mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Makin tinggi dan rumitnya
proses produksi / teknologi produksi yang digunakan menuntut persyaratan tenaga
kerja yang juga maikn tinggi. Di Indonesia pengangguran ini merupakan masalah
besar dimasa mendatang, jika tidak ada perbaikan kualitas SDM.
3. Pengangguran
Siklis
Atau pengangguran
konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan dalam tingkat
perekonomian. Pada saat kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan harus
mengurangi kegiatan produksi yang mengakibatkan jam kerja dikurangi, mesin
produksi tidak digunakan dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan
demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran.
4. Pengangguran
Musiman
Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi
kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama dalam sektor pertanian.
Dampak Pengangguran
Dampak Pengangguran
1.
Menjadikan Aktivitas Perekonomian menjadi turun
Menurunnya
daya beli masyarakat merupakan akibat dari masalah pengangguran. Padahal jika
daya beli turun maka akan mengakibatkan permintaan terhadap barang dan jasa
menjadi turun. Selanjutnya akibat dari menurunnya permintaan terhadap barang
dan jasa maka menyebabkan para produsen maupun investor menjadi lesu
dalam berproduksi maupun melakukan perluasan/pendirian industri baru yang
berujung pada menurunnya aktivitas perekonomian.
2. Mengakibatkan
biaya sosial meningkat
Adanya
masalah pengangguran dapat mengakibatkan biaya sosial menjadi meningkat. Hal
ini karena, pengangguran memaksakan masyarakat untuk memikul segala biaya, mulai
dari biaya keamanan serta biaya pengobatan yang timbul akibat meningkatnya
kriminalitas yang mungkin dilakukan oleh para penganggur, biaya perawatan
pasien yang stres atau depresi karena menganggur, dan biaya pemulihan
atau renovasi beberapa tempat yang rusak akibat demonstrasi atau kerusuhan yang
dipicu oleh kecemburuan sosial dan ketidakpuasan para penganggur.
3.
Mengakibatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan
Per-Kapita turun
Kita
ketahui bahwa Orang menganggur tidak dapat menghasilkan barang ataupun jasa.
Hal ini berarti dengan semakin banyak penganggur maka Produk Domestik Bruto
(PDB) yang dihasilkan menjadi semakin menurun (rendah). Dengan menurunnya
produk domestik bruto maka akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi
sekaligus menurunnya pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita otomatis akan
menurun jika PDB turun hal ini karena pendapatan per kapita dihitung dengan
rumus pendapatan domestik bruto tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada
tahun tersebut. Dengan menurunnya pendapatan per kapita maka akan menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
4. Mengakibatkan
Penerimaan Negara turun
Seseorang
yang menganggur tentu saja tidak memiliki penghasilan, dengan keadaan ini maka
penerimaan pemerintah khususnya yang diperoleh dari pajak penghasilan akan
menjadi turun. Jadi jelaslah bahwa semakin banyak orang yang menganggur maka
semakin turun juga penerimaan negara.
5. Mengakibatkan
Tingkat Keterampilan turun
Pengangguran mengakibatkan keterampilan seseorang menjadi
turun. Dengan menganggur maka tingkat keterampilan seseorang menjadi
menurun. Semakin lama seseoran menganggur, maka semakin menurun juga tingkat
keterampilan orang tersebut.
Prestasi Indonesia
dalam hal kependudukan adalah menjadi urutan nomor empat sebagai negara dengan
jumlah penduduk terbesar. Besar bukan artian kualitas tapi dalam artian
kuantitas yang dimiliki. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari dua ratus
juta orang lebih menjadi permasalahan jika dilihat dari sudut pandang
perekonomian dan daya saing. Masalah yang terbentuk dari jumlah penduduk yang
besar ini adalah kemiskinan dan pegangguran yang merupakan masalah klasik dalam
ekonomi makro.
Jika kita lihat data yang
bersumber dari BPS ( Bada Pusat Statistik ) dan Kementerian Kesejahteraan
Rakyat maka diperoleh data dimana lebih dari 10 persen penduduk Indonesia atauh
29,89 juta jiwa masih berada dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan tersebar dari
desa sampai ibu kota. Masyarakat miskin menjadi tanggungan pemerintah dan kita
bersama tentu dengan mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Sebenarnya apa yang
menyebabkan kemiskinan tersebut. Sudahkah pemerintah dengan sekuat tenaga
mengentaskan kemiskinan itu sendiri dengan sungguh – sungguh. Kita harus
bertanya pada diri kita. Pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. Data ILO
( International Labour Organization) disebutkan penganggur dengan usia dari 15
– 24 tahun mencapai 74,8 juta jiwa untuk Indonesia sendiri. 46,6 persen atau
55,7 juta angkatan kerja adalah dari kalangan yang hanya berpendidikan sekolah
dasar (Kompas, 25/1).
Pengangguran menjadi
masalah tatkala mampu menjadi penghalang dalam misi dan visi bangsa dalam
membentuk masyarakat yang makmur dan sejahtera. Alih – alih mau sejahtera dan
makmur akibat dari pengangguran itu sendiri maka masyarakat yang tidak punya
pekerjaan jelas tak ada penghasilan akhirnya kemiskinan yang menimpa mereka.
Dunia dalam masa
menenemukan jati diri mereka masing – masing. Era globalisasi seperti saat ini
berlangsung menjadi bukti. Apakah mampu menjadikan bangsa dan negara melalui
sumber daya manusianya ataukah tidak. Mampukah mengelola manusia yang begitu
banyak dengan sumber daya alam yang melimpah seperti yang Indonesia miliki ataukah
hanya kegagalan semata dalam pengelolaannya.
Indonesia harus memperbaiki masalah pendidikan yang belum merata di seluruh nusantara. Memang pendidikan 12 tahun (SD, SMP, SMA) sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah, tetapi hal tersebut belumlah cukup. Untuk melahirkan generasi-generasi yang dapat membawa Indonesia kepada tingkat kesejahteraan yang tinggi, diperlukan pendidikan budi pekerti, karakter, dan juga pendidikan informal seperti keterampilan. Tidaklah cukup seseorang hanya menempuh pendidikan formal, tanpa adanya pelatihan dan keterampilan untuk bekerja.
Generasi muda harus bekerja keras dalam menyerap pendidikan formal dan informal. Supaya disaatnya bekerja (usia produktif), mereka sudah siap pikiran/ide, mental, dan tenaga dalam dunia pekerjaan. Sehingga dapat bersaing dengan generasi-generasi dari negara maju.
JAKARTA - Ekonom dari Center Of
Reform On Economics (CORE) Akhmad Akbar Susanto mengatakan, dari jumlah
pengangguran Indonesia yang mencapai 7,3 juta jiwa, paling banyak didominasi
usia produktif.
Usi tersebut rata-rata dialami oleh
mereka yang putus sekolah tingkat SLTP di usia 15 tahun-an hingga lulus SMA di
usia 18 tahun, dan tidak kuliah di usia 20-an hingga lulus perguruan tinggi
pada usia 24 tahun-an.
Akhmad mengatakan, meski jumlah
pengangguran terbuka Indonesia mencapai tingkat tertinggi pada 2005 dan terus
mengalami penurunan sampai 2014, namun jumlahnya tetap besar.
"Pada Agustus 2014, jumlah
pengangguran terbuka mencapai 7,3 juta orang. Jumlah ini tetap besar meskipun
sudah mengalami penurunan," ujarnya dalam diskusi bertajuk Tantangan
Penciptaan Lapangan Kerja di Era Kabinet Kerja di Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Dari 2005 hingga 2014, lanjut Akhmad,
pengangguran terbuka yang paling besar terjadi di 2005 sebesar 11,90 juta jiwa
dan yang paling rendah di 2012 sebesar 7,24. Semuanya didominasi usia
produktif.
"Memang, meskipun porsinya
berbeda-beda, namun bisa kita ambil kesimpulan bahwa hampir disemua tingkat
pendidikan terdapat pengangguran. Tinggi rendahnya suatu pendidikan tidak
menjamin bahwa mereka tidak akan menganggur," ujar dia.
Untuk jenis kelaminnya sendiri,
pengangguran di Indonesia, laki-laki lebih tinggi tingkat penganggurannya
dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan, perempuan bisa berlindung di bawah
kata-kata 'saya ibu rumah tangga' dan masih didominasi oleh usi produktif.
"Kesimpulan yang bisa kita ambil
di sini adalah, tingkat pengangguran terbesar adalah anak muda, mereka adalah
usia produktif namun tidak siap untuk terjun ke dunia kerja," pungkas
Akhmad.
sumber : http://ekbis.sindonews.com/read/971440/34/usia-produktif-dominasi-pengangguran-di-indonesia-1425366116