Profil

_Selamat Datang di Blog saya_God Bless You_.

June 8, 2015

Pengangguran di Indonesia

Menganggur tidak sama sekali bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang tidak mau bekerja, tidak dapat dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika dia mencari pekerjaan, mungkin dengan segera mendapatkannya. Kenapa ada orang yang tidak mau bekerja ? Mungkin karena dia sudah kaya, anak muda yang masih harus sekolah/kuliah, ibu-ibu yang harus mengasuh anak, dsb.


Jadi dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah sekelompok orang yang tidak sama sekali bekerja. Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun. Tetapi tidak semua penduduk usia 15-64 tahun dihitung sebagai angkatan kerja. Hanya penduduk berusia 15-64 tahun yang bekerja dan sedang mencari kerja yang disebut angkatan kerja. Tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan.



Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja


  • Menganggur (unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja. Kelompok ini disebut juga pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran ini di Indonesia umumnya relatif rendah, yaitu 3% - 5% pertahun.
  • Setengah menganggur (underemployed), yaitu mereka yang bekerja tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam. Tingkat pengangguran ini di Indonesia relatif tinggi, 35% pertahun.
  • Bekerja penuh (employed), yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
    Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
      
      Jenis-jenis Pengangguran
1.      Pengangguran Friksional
Apabila pengangguran tidak melebihi 4%, perekonomian dapat mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Kesenjangan ini berupa kesenjangan waktu, informasi, dan kondisi geografis/jarak.
2.      Pengangguran Struktural
Pegangguran ini bersifat mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi / teknologi produksi yang digunakan menuntut persyaratan tenaga kerja yang juga maikn tinggi. Di Indonesia pengangguran ini merupakan masalah besar dimasa mendatang, jika tidak ada perbaikan kualitas SDM.
3.      Pengangguran Siklis
Atau pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan dalam tingkat perekonomian. Pada saat kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan harus mengurangi kegiatan produksi yang mengakibatkan jam kerja dikurangi, mesin produksi tidak digunakan dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran.
4.      Pengangguran Musiman
Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama dalam sektor pertanian.

Dampak Pengangguran

1.      Menjadikan Aktivitas Perekonomian menjadi turun
Menurunnya daya beli masyarakat merupakan akibat dari masalah pengangguran. Padahal jika daya beli turun maka akan mengakibatkan permintaan terhadap barang dan jasa menjadi turun. Selanjutnya akibat dari menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa maka menyebabkan para  produsen maupun investor menjadi lesu dalam berproduksi maupun melakukan perluasan/pendirian industri baru yang berujung pada menurunnya aktivitas perekonomian.
2.      Mengakibatkan biaya sosial meningkat
Adanya masalah pengangguran dapat mengakibatkan biaya sosial menjadi meningkat. Hal ini karena, pengangguran memaksakan masyarakat untuk memikul segala biaya, mulai dari biaya keamanan serta biaya pengobatan yang timbul akibat meningkatnya kriminalitas yang mungkin dilakukan oleh para penganggur, biaya perawatan pasien yang stres  atau depresi karena menganggur, dan biaya pemulihan atau renovasi beberapa tempat yang rusak akibat demonstrasi atau kerusuhan yang dipicu oleh kecemburuan sosial dan ketidakpuasan para penganggur.
3.      Mengakibatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per-Kapita turun
Kita ketahui bahwa Orang menganggur tidak dapat menghasilkan barang ataupun jasa. Hal ini berarti dengan semakin banyak penganggur maka Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan menjadi semakin menurun (rendah). Dengan menurunnya produk domestik bruto maka akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi sekaligus menurunnya pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita otomatis akan menurun jika PDB turun hal ini karena pendapatan per kapita dihitung dengan rumus pendapatan domestik bruto tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Dengan menurunnya pendapatan per kapita maka akan menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
4.      Mengakibatkan Penerimaan Negara turun
Seseorang yang menganggur tentu saja tidak memiliki penghasilan, dengan keadaan ini maka penerimaan pemerintah khususnya yang diperoleh dari pajak penghasilan akan menjadi turun. Jadi jelaslah bahwa semakin banyak orang yang menganggur maka semakin turun juga penerimaan negara.
5.      Mengakibatkan Tingkat Keterampilan turun
Pengangguran mengakibatkan keterampilan seseorang menjadi turun. Dengan menganggur  maka tingkat keterampilan seseorang menjadi menurun. Semakin lama seseoran menganggur, maka semakin menurun juga tingkat keterampilan orang tersebut.

Prestasi Indonesia dalam hal kependudukan adalah menjadi urutan nomor empat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar. Besar bukan artian kualitas tapi dalam artian kuantitas yang dimiliki. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari dua ratus juta orang lebih menjadi permasalahan jika dilihat dari sudut pandang perekonomian dan daya saing. Masalah yang terbentuk dari jumlah penduduk yang besar ini adalah kemiskinan dan pegangguran yang merupakan masalah klasik dalam ekonomi makro.
Jika kita lihat data yang bersumber dari BPS ( Bada Pusat Statistik ) dan Kementerian Kesejahteraan Rakyat maka diperoleh data dimana lebih dari 10 persen penduduk Indonesia atauh 29,89 juta jiwa masih berada dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan tersebar dari desa sampai ibu kota. Masyarakat miskin menjadi tanggungan pemerintah dan kita bersama tentu dengan mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Sebenarnya apa yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Sudahkah pemerintah dengan sekuat tenaga mengentaskan kemiskinan itu sendiri dengan sungguh – sungguh. Kita harus bertanya pada diri kita. Pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. Data ILO ( International Labour Organization) disebutkan penganggur dengan usia dari 15 – 24 tahun mencapai 74,8 juta jiwa untuk Indonesia sendiri. 46,6 persen atau 55,7 juta angkatan kerja adalah dari kalangan yang hanya berpendidikan sekolah dasar (Kompas, 25/1).
Pengangguran menjadi masalah tatkala mampu menjadi penghalang dalam misi dan visi bangsa dalam membentuk masyarakat yang makmur dan sejahtera. Alih – alih mau sejahtera dan makmur akibat dari pengangguran itu sendiri maka masyarakat yang tidak punya pekerjaan jelas tak ada penghasilan akhirnya kemiskinan yang menimpa mereka.

Dunia dalam masa menenemukan jati diri mereka masing – masing. Era globalisasi seperti saat ini berlangsung menjadi bukti. Apakah mampu menjadikan bangsa dan negara melalui sumber daya manusianya ataukah tidak. Mampukah mengelola manusia yang begitu banyak dengan sumber daya alam yang melimpah seperti yang Indonesia miliki ataukah hanya kegagalan semata dalam pengelolaannya.
Indonesia harus memperbaiki masalah pendidikan yang belum merata di seluruh nusantara. Memang pendidikan 12 tahun (SD, SMP, SMA) sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah, tetapi hal tersebut belumlah cukup. Untuk melahirkan generasi-generasi yang dapat membawa Indonesia kepada tingkat kesejahteraan yang tinggi, diperlukan pendidikan budi pekerti, karakter, dan juga pendidikan informal seperti keterampilan. Tidaklah cukup seseorang hanya menempuh pendidikan formal, tanpa adanya pelatihan dan keterampilan untuk bekerja.
Generasi muda harus bekerja keras dalam menyerap pendidikan formal dan informal. Supaya disaatnya bekerja (usia produktif), mereka sudah siap pikiran/ide, mental, dan tenaga dalam dunia pekerjaan. Sehingga dapat bersaing dengan generasi-generasi dari negara maju.

JAKARTA - Ekonom dari Center Of Reform On Economics (CORE) Akhmad Akbar Susanto mengatakan, dari jumlah pengangguran Indonesia yang mencapai 7,3 juta jiwa, paling banyak didominasi usia produktif.
Usi tersebut rata-rata dialami oleh mereka yang putus sekolah tingkat SLTP di usia 15 tahun-an hingga lulus SMA di usia 18 tahun, dan tidak kuliah di usia 20-an hingga lulus perguruan tinggi pada usia 24 tahun-an.
Akhmad mengatakan, meski jumlah pengangguran terbuka Indonesia mencapai tingkat tertinggi pada 2005 dan terus mengalami penurunan sampai 2014, namun jumlahnya tetap besar.
"Pada Agustus 2014, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,3 juta orang. Jumlah ini tetap besar meskipun sudah mengalami penurunan," ujarnya dalam diskusi bertajuk Tantangan Penciptaan Lapangan Kerja di Era Kabinet Kerja di Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Dari 2005 hingga 2014, lanjut Akhmad, pengangguran terbuka yang paling besar terjadi di 2005 sebesar 11,90 juta jiwa dan yang paling rendah di 2012 sebesar 7,24. Semuanya didominasi usia produktif.
"Memang, meskipun porsinya berbeda-beda, namun bisa kita ambil kesimpulan bahwa hampir disemua tingkat pendidikan terdapat pengangguran. Tinggi rendahnya suatu pendidikan tidak menjamin bahwa mereka tidak akan menganggur," ujar dia.
Untuk jenis kelaminnya sendiri, pengangguran di Indonesia, laki-laki lebih tinggi tingkat penganggurannya dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan, perempuan bisa berlindung di bawah kata-kata 'saya ibu rumah tangga' dan masih didominasi oleh usi produktif.
"Kesimpulan yang bisa kita ambil di sini adalah, tingkat pengangguran terbesar adalah anak muda, mereka adalah usia produktif namun tidak siap untuk terjun ke dunia kerja," pungkas Akhmad.
sumber : http://ekbis.sindonews.com/read/971440/34/usia-produktif-dominasi-pengangguran-di-indonesia-1425366116